Skip to main content

Kurang mengenal kultur Barat

Ketika berdiskusi tentang sains dan teknologi dalam mailing list atau dalam pertemuan yang melibatkan orang asing, seringkali muncul hal-hal yang sulit dimengerti tanpa memahami "kultur Barat". Contohnya teknologi dan sains sering dikaitkan dengan science fiction. Nah, kemudian diskusi biasanya beralih ke penulis science fiction. Sayangnya, saya sebagai seorang yang besar di dunia Timur tidak mengenal penulis-penulis tersebut. Saya hanya bisa melongo dan mencoba memahami apa yang mereka katakan. Rasanya banyak yang tidak nyambung. Saya termasuk yang suka untuk mempelajari latar belakang (konteks) dari sebuah karya (baik itu karya ilmiah maupun karya sastra).

Setelah diberi kesempatan tinggal di luar negeri, barulah saya berusaha untuk mengerti dengan membaca penulis-penulis tersebut. Meski dengan tertatih-tatih saya baca buku-buku dari David Eddings (sekarang sudah lupa lagi ceritanya), JRR Tolkien (seri Lords of The Ring selesai saya baca dalam waktu 3 tahun - lama sekali), Asimov (belum pernah selesai baca bukunya) dan seterusnya. Namun, tentu saja saya tidak bisa membaca semua buku klasik science fiction karena waktu itu saya harus menyelesaikan studi (dan kerja). Masih banyak yang belum sempat saya baca, seperti misalnya Larry Niven, Asimov, dan lain-lainnya. (Mungkin anda bisa kasih saran nama-nama dan buku klasiknya? Sekalian meminjamkannya atau memberikan ke saya? ha ha ha)

Demikian pula ada banyak istilah-istilah yang tidak saya mengerti, seperti "tragedy of the commons" (ketemu dengan istilah ini ketika sedang membaca tentang hukum dan open source). Setelah membaca-baca sana sini melalui Internet, ketemu papernya, dan akhirnya mengerti juga maksudnya. Apa terjemahan dari "tragedy of the commons" ya?

Belum lagi banyak buku klasik yang belum sempat saya baca, seperti misalnya karangan Hawking, dan lain-lain. Buku-buku ini sudah saya temukan di toko buku di Jakarta (QB World) akan tetapi harganya cukup lumayan untuk kantong saya.

Sains dan teknologi nampaknya sangat sarat dengan kultur Barat. Sebetulnya tanpa mengenal kultur Barat nampaknya juga tidak apa-apa, kan? Akan tetapi kalau lebih mengenal, mungkin bisa memahami sains dan teknologi dengan lebih mendalam? Atau saya yang ke-Barat-Barat-an?

Comments

Anonymous said…
Waduh, itu dia pak ! Persoalan kita sama, hanya levelnya saja yang jauh beda, hicks. Hujan informasi, apatuh namanya Noisy ... gitu . Just Too Much !
Mungkin itu bagian dari tugas pak Budi untuk menterjemahkan esensinya dari teknologi,kepada kami-kami kaum kebanyakan ini.
Unknown said…
betul sekali Om...
yang menarik kalo kita lihat, sebagian besar hacker (paling tidak, yang diceritakan ESR) adalah juga penggemar novel/game/film fiksi ilmiah...
mungkin karena itu merangsang simpul2 kreatifitas di otak dengan cara yang menyenangkan?
Webster ngeluarin "Dictionary of Allusions," Pak. Isinya lumayan membantu untuk memahami allusion seperti "tragedy of commons" tanpa kita harus mengeluarkan terlalu banyak usaha.

Soalnya, allusion termasuk hal yang sulit dicari sebagai kata kunci Google. :)

Popular posts from this blog

Himbauan Kepada Hacker & Cracker Indonesia & Malaysia

Kepada Hacker & Cracker Indonesia & Malaysia, Saya mengharapkan anda tidak melakukan penyerangan atau/dan pengrusakan situs-situs Indonesia dan Malaysia. Saya mengerti bahwa akhir-akhir ini beberapa masalah di dunia nyata membuat kita kesal dan marah. Namun kekesalan tersebut sebaiknya tidak dilimpahkan ke dunia maya (cyberspace). Semestinya sebelum melakukan aksi yang berdampak negatif, kita bisa melakukan langkah-langkah positif seperti melakukan dialog (melalui email, mailing list, bulletin board, blog, dan media elektronik lainnya). Kita harus ingat bahwa kita hidup bertetangga dan bersaudara. Yang namanya hidup bertetangga pasti mengalami perbedaan pendapat. Mari kita belajar bertetangga dengan baik. Saya berharap agar kita yang hidup di dunia maya mencontohkan bagaimana kita menyelesaikan permasalahan dengan kepala dingin dan hati yang lapang, sehingga para pemimpin kita di dunia nyata dapat mencontoh penyelesaian damai. Mudah-mudahan mereka dapat lebih arif dan bijaksana

More bad news with Malaysia - Indonesia

I've got more emails and news about bad news between Indonesia and Malaysia. To be exact, there was a news about RELA (not sure what that is) that goes out after Indonesians in Malaysia. There were incidents where they hit Indonesians, rob, and do horrible things. I cannot even write this is my blog. I am so sad and frustrated. What's going on with Malaysia (and Malaysians)? What did we - Indonesian(s) - do to deserve this? I thought there should be less boundary between Indonesia and Malaysia. But ... What's going on there, bro & sis? You know, more Indonesians now feel that they are offended by Malaysians. I can tell you that this bad feeling is increasing. This is a bad publicity towards Malaysia. People are now creating various calling names, such as "Malingsia" (it's a short of "maling" [thief] "siah" [you, Sundanese]), and worse.

Say NO to APJII!

Prolog At the end of 1997, I went back to Indonesia from my studies and work in Canada. The .ID domain management in Indonesia at that time was in a confusing state. Nobody wanted to manage it. Universitas Indonesia (UI) - the original maintainer - was in a fight with APJII (the Association of Indonesian ISP). In the end, IANA gave me a mandate to manage the .ID domain. Since then, I manage the .ID domain with open management. There are problems, but mostly minors. Until recently, when APJII (again) is trying to take over the .ID domain management from my team. Here's a short info to give you a head start. Short summary APJII (the association of ISP in Indonesia) is trying to takeover the .ID domain management in Indonesia. They have tried and will try everything to take over. Long description I've been managing the .ID domain since the end of 1997. At that time, nobody wanted to run the domain management. First of all, a brief description of how we run things. To run the .ID d