Skip to main content

2.4 GHz: tragedy of the commons

In the current issue (November 2004) of InfoLinux magazine, I wrote an article (opinion) about 2.4 GHz. In this article, I said that the 2.4 GHz spectrum is a resource that we have to use carefully, just like the green pasture in the original "tragedy of the commons" article. Many responded with a different point of view.

My take on the issue was based on current condition in Indonesia, in which many people use (or abuse to be exact) the frequency. For example, I've seen people use power booster to boost their signal, denying access to others. It's a jungle out there. There should be a regulation for this in Indonesia.

What's your opinion?

Comments

Koen said…
Kembalikan frekuensi ISM ini kepada tujuan aslinya: untuk ISM, bukan untuk bisnis dalam bentuk apa pun. WLL, Warnet, dll, dengan demikian tidak lagi pantas menggunakan frekuensi ini.
Penggunaan indoor sih masalah lain, tapi tentu powernya dibuat agar tidak ada bocoran sama sekali ke luar premises yang ditetapkan.
Priyadi said…
Bagaimana di negara lain? Untuk hal ini mungkin sebaiknya kita mengikuti policy dari negara lain yang sudah lebih maju misalnya Eropa, Amerika atau Jepang. Saya juga tidak tahu policy Indonesia mengadopsi yang mana, karena setahu saya aplikasi 2.4GHz (Bluetooth, Wifi) berbeda policy dalam hal kanalnya di masing-masing negara tersebut.

Ngurus hal ini harus hati-hati juga, orang Indonesia lebih mementingkan kepentingan sesaat daripada jangka panjang, lebih mementingkan kepentingan pribadi daripada kepentingan umum, misalnya hal subsidi BBM, orang-orang cenderung tidak suka kalau subsidi BBM dihapuskan, padahal itu keputusan yang benar. Setelah itu ada masalah penegakan hukum, kalau polisi nantinya menindak pelanggar masalah ini, di mata masyarakat tokoh jahatnya adalah para aparat, bukan si pelanggar :).
Anonymous said…
Pak.. di Bandung tu,, ada banyak ISP Illegal yang make Frekuensi 2.4Ghz. Salah satunya, BCC. punya STM2 Bandung, alias SMK INFORMATIKA, yang mengatasnamakan PT.COMMIT.. gitu lah.. itu dia maksa seluruh SMA sama SMP di bandung untuk ikut jaringan dia.. udah internetnya lambat, gak secure lagi..

terus kacaunya lagi. beberapa pihak dari sekolah-sekolah. yang ikut jaringan dia, menarik biaya dari murid-murid sebesar Rp.10.ribu rupiah per bulan. padahal jika di kalkulasikan, biaya nya tidak sampai 1 juta. tapi mengapa murid murid harus membayar mahal?? untuk hal yang tidak sesuai...???

Popular posts from this blog

Himbauan Kepada Hacker & Cracker Indonesia & Malaysia

Kepada Hacker & Cracker Indonesia & Malaysia, Saya mengharapkan anda tidak melakukan penyerangan atau/dan pengrusakan situs-situs Indonesia dan Malaysia. Saya mengerti bahwa akhir-akhir ini beberapa masalah di dunia nyata membuat kita kesal dan marah. Namun kekesalan tersebut sebaiknya tidak dilimpahkan ke dunia maya (cyberspace). Semestinya sebelum melakukan aksi yang berdampak negatif, kita bisa melakukan langkah-langkah positif seperti melakukan dialog (melalui email, mailing list, bulletin board, blog, dan media elektronik lainnya). Kita harus ingat bahwa kita hidup bertetangga dan bersaudara. Yang namanya hidup bertetangga pasti mengalami perbedaan pendapat. Mari kita belajar bertetangga dengan baik. Saya berharap agar kita yang hidup di dunia maya mencontohkan bagaimana kita menyelesaikan permasalahan dengan kepala dingin dan hati yang lapang, sehingga para pemimpin kita di dunia nyata dapat mencontoh penyelesaian damai. Mudah-mudahan mereka dapat lebih arif dan bijaksana

More bad news with Malaysia - Indonesia

I've got more emails and news about bad news between Indonesia and Malaysia. To be exact, there was a news about RELA (not sure what that is) that goes out after Indonesians in Malaysia. There were incidents where they hit Indonesians, rob, and do horrible things. I cannot even write this is my blog. I am so sad and frustrated. What's going on with Malaysia (and Malaysians)? What did we - Indonesian(s) - do to deserve this? I thought there should be less boundary between Indonesia and Malaysia. But ... What's going on there, bro & sis? You know, more Indonesians now feel that they are offended by Malaysians. I can tell you that this bad feeling is increasing. This is a bad publicity towards Malaysia. People are now creating various calling names, such as "Malingsia" (it's a short of "maling" [thief] "siah" [you, Sundanese]), and worse.

Say NO to APJII!

Prolog At the end of 1997, I went back to Indonesia from my studies and work in Canada. The .ID domain management in Indonesia at that time was in a confusing state. Nobody wanted to manage it. Universitas Indonesia (UI) - the original maintainer - was in a fight with APJII (the Association of Indonesian ISP). In the end, IANA gave me a mandate to manage the .ID domain. Since then, I manage the .ID domain with open management. There are problems, but mostly minors. Until recently, when APJII (again) is trying to take over the .ID domain management from my team. Here's a short info to give you a head start. Short summary APJII (the association of ISP in Indonesia) is trying to takeover the .ID domain management in Indonesia. They have tried and will try everything to take over. Long description I've been managing the .ID domain since the end of 1997. At that time, nobody wanted to run the domain management. First of all, a brief description of how we run things. To run the .ID d